Pemkab Lumajang Belum Alokasikan Dana untuk Petugas Haji Daerah Sejak 2019, Diduga Langgar Amanah UU*


Lumajang, Merdeka News — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang tercatat belum pernah mengalokasikan anggaran dari APBD untuk pembiayaan keberangkatan Petugas Haji Daerah (PHD) sejak tahun 2019 hingga 2025. Hal ini menimbulkan dugaan pelanggaran terhadap amanah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, khususnya Pasal 25 ayat (3) yang menyatakan bahwa *“Pemerintah Daerah membiayai keberangkatan Petugas Haji Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).”*

Saat dikonfirmasi oleh awak Merdeka News melalui pesan WhatsApp ( 29/4 ), Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lumajang, Agus Triyono, membenarkan bahwa hingga saat ini Pemkab belum pernah mengalokasikan dana untuk PHD.

"Memang benar, kami belum pernah mengalokasikan biaya untuk Petugas Haji Daerah. Saya sendiri baru mengetahui adanya amanah undang-undang tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut, Agus menyebut bahwa pihaknya akan berupaya menindaklanjuti aturan tersebut ke depan dengan berkoordinasi bersama DPRD Lumajang. Ia juga menjelaskan bahwa skema pembiayaan PHD menurutnya bisa dibagi dengan model 50:50, 60:40, atau 70:30 antara pemerintah  daerah dan PHD.

“Jadi tidak sepenuhnya dibiayai penuh atau *fully covered*. Skemanya fleksibel tergantung kesepakatan dan kemampuan daerah,” jelasnya.

Namun, pernyataan ini menuai reaksi dari sejumlah pihak. Salah satu Petugas Haji Daerah tahun ini, Imron Fauzi, menyampaikan keberatannya atas praktik tersebut. Ia merasa heran dengan sikap Pemkab yang seolah-olah mengabaikan kewajiban hukum.

“Saya merasa aneh, kenapa Pemkab Lumajang selama ini tidak menjalankan amanah undang-undang. Kalau pemerintah saja berani melanggar aturan, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini preseden buruk,” tegas Imron.

Pengamat hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang, Dr. Thomas Jati Nugroho, S.H., M.H., turut angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa kewajiban pembiayaan PHD oleh pemerintah daerah bersifat *imperatif* atau wajib.

“Pasal 25 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2019 itu adalah perintah hukum. Artinya, Pemkab *wajib* membiayai PHD. Ini bukan pilihan atau kebijakan, tapi mandat hukum,” ujar Thomas.

Ia juga memaparkan sejumlah konsekuensi hukum jika pemerintah daerah mengabaikan aturan tersebut. Menurutnya, Pemkab bisa dianggap melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan berpotensi mendapat sanksi administratif, politis, hingga tuntutan hukum.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak DPRD Lumajang terkait rencana penganggaran dana PHD pada APBD tahun mendatang. Publik kini menanti langkah konkret Pemkab dalam menindaklanjuti kewajiban yang telah jelas diatur dalam undang-undang. ( Dodik )

Post a Comment

0 Comments