Probolinggo, Merdekanews.id
Polemik belum rampungnya proyek Revitalisasi MCWWTP di lingkungan PT PJB UP Paiton / PLN Nusantara Power memantik reaksi keras Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Peduli Probolinggo (LSM AMPP) yang mengkritisi proyek yang seolah menjadi ajang mainan sebuah kepentingan.
Bahkan lembaga kontrol sosial ini mengambil langkah mensomasi PLN NC yang berujung pada jawaban dari pihak PT PLN Nusantara Power Construction (4 Juni 2025) yang tidak menjawab secara substansi dan terlalu normatif. Rabu, 11 Juni 2025, pastinya hal ini justru makin meningkatkan rasa kekecewaan publik.
Ketua Umum LSM AMPP H. Lutfi Hamid BA., dengan tegas pihaknya menolak tanggapan tersebut karena dianggap tidak profesional, tidak menjawab poin-poin somasi secara spesifik, dan hanya menjabarkan klaim progres 80% tanpa disertai bukti atau penjelasan teknis yang dapat diverifikasi.
“Jawaban itu hanya pengalihan isu. Tidak ada penjelasan siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatan, tidak ada penjelasan soal kontraktor, tidak juga menjawab permintaan audit atau papan informasi yang hilang. Ini proyek BUMN, bukan mainan, tegas Lutfi kepada media.
Lutfi juga mempertanyakan pihak-pihak lain yang mencoba menengahi konflik tanpa kapasitas dan otoritas resmi. Secara khusus ia menyebut inisial TF yang disebut-sebut mencoba mengambil posisi sebagai penengah, namun justru menambah kebingungan publik.
“Kami heran, tiba-tiba muncul figur yang seolah jadi pahlawan di tengah kekacauan ini. Ini bukan panggung pencitraan, ini soal uang negara dan tanggung jawab publik, lanjut Lutfi.
LSM AMPP menyayangkan jawaban PLN NP Construction yang menyebut proyek akan rampung sebelum akhir 2025. Menurut Lutfi, estimasi tersebut terkesan dipaksakan karena ada tekanan publik, bukan berdasarkan kajian objektif atau progres lapangan yang riil. Ia juga menegaskan bahwa sampai berita ini diturunkan, lokasi proyek masih mangkrak dan tidak menunjukkan aktivitas signifikan.
LSM AMPP kembali mengingatkan bahwa proyek ini diduga melanggar sejumlah regulasi penting, antara lain:
UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, terkait mutu dan waktu pengerjaan;
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 2 dan 11 tentang transparansi proyek publik;
UU No. 20 Tahun 2000 tentang Kepatuhan Pajak, yang bisa bersinggungan dengan pengelolaan anggaran proyek ini.
Sejumlah tuntutan LSM AMPP yang hingga kini belum dipenuhi mencakup:
Penjelasan tertulis resmi tentang penyebab keterlambatan dan siapa yang bertanggung jawab;
Audit menyeluruh terhadap proses proyek sejak 2021, termasuk pemilihan kontraktor;
Pemasangan papan informasi proyek sebagai wujud keterbukaan informasi publik.
“Kami akan lanjut ke jalur hukum. KPK, Kejaksaan, dan LKPP akan kami tempuh. Jika pihak PLN dan mitranya terus bermain-main, maka publik yang akan menjadi korban, pungkas Lutfi.
Belum ada pernyataan lanjutan dari pihak PT PLN Nusantara Power Construction maupun dari kontraktor pelaksana memunculkan sejumlah penafsiran. Investigasi akan terus dikembangkan terkait perkembangan terbaru dari proyek yang seharusnya rampung sejak 2023 ini. (Suh)
0 Comments