Lumajang, Merdekanews.id Tidak semua perubahan datang dalam bentuk besar. Kadang, perubahan dimulai dari sesuatu yang sederhana—seperti sepotong kulit pisang yang tak jadi dibuang ke sungai. Inilah gagasan besar yang dibawa oleh Muhammad Kartono, mahasiswa Universitas Brawijaya, saat memimpin kegiatan sosialisasi eco-enzyme di Desa Grati, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang, bersama rekan-rekannya dari Mahasiswa Membangun Desa (MMD) Kelompok 68.
Bertempat di Balai Desa Grati, kegiatan ini mempertemukan warga dengan konsep baru yang sebenarnya lahir dari hal yang sangat dekat: dapur rumah sendiri. Kartono dengan tenang namun tegas memaparkan bahwa sampah organik seperti kulit buah dan sisa sayur bukan akhir dari sesuatu—melainkan awal dari perubahan. Melalui proses fermentasi sederhana, bahan-bahan yang biasa dibuang itu bisa berubah menjadi cairan serbaguna yang disebut eco-enzyme. Ramah lingkungan, bermanfaat, dan murah. “Kita tak harus menunggu alat berat atau program besar untuk menjaga alam. Cukup satu botol bekas dan kesadaran dari dalam hati,” ujar Kartono, yang banyak menuai perhatian warga dengan pendekatan yang membumi.
Namun, bukan sekadar berbagi ilmu, Kartono dan tim juga menyentuh kenyataan yang selama ini terjadi di desa: sungai irigasi yang melintas di belakang perpustakaan desa mulai tercemar oleh tumpukan sampah rumah tangga. Sebagian besar karena kebiasaan lama—membuang limbah ke aliran air karena dianggap praktis. Tapi dampaknya? Beberapa bulan lalu, aliran itu tersumbat dan menyebabkan genangan air di area pertanian. Dari sinilah Kartono mengajak warga membuka mata. “Air adalah berkah. Tapi kalau kita terus kotori, suatu saat sungai itu akan melawan,” katanya di tengah sosialisasi.
Menariknya, Kartono tidak hanya bicara dari sisi ilmiah atau sosial. Ia juga menyisipkan nilai-nilai keagamaan. Mengutip Surah Al-A’raf ayat 31: “Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Ia menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bentuk nyata dari pengamalan iman. “Kalau kita beribadah tapi membuang sampah ke sungai, itu ada yang kontradiktif. Jangan sampai kita suci di sajadah, tapi kotor di sungai belakang rumah.”
Untuk memperkuat dampak jangka panjang dari sosialisasi, tim MMD juga memasang poster edukatif eco-enzyme yang kini terpampang di Balai Desa Grati. Poster itu bukan sekadar hiasan, tetapi panduan hidup kecil yang bisa dibaca kapan saja. Visual menarik, bahasa sederhana, dan langkah-langkah aplikatif membuat poster itu mudah dimengerti oleh siapa pun. “Kami berharap poster ini bisa menjadi guru diam yang mengingatkan warga setiap hari,” ujar Kartono.
Tak hanya bicara soal sampah, kegiatan ini juga dikolaborasikan dengan pemaparan materi tentang komunitas wisata oleh Pradhayaddiwangga, yang mengajak warga berpikir lebih jauh. Bahwa desa yang bersih bukan hanya nyaman ditinggali, tapi juga layak dikunjungi. Menurutnya, wisata tidak selalu soal tempat indah, tapi juga soal keramahan, kebersihan, dan budaya menyambut. “Komunitas wisata itu bukan sekadar destinasi, tapi cara hidup,” katanya. Dalam diskusi itu, muncul gagasan bahwa desa bisa menjadi ruang edukasi, bukan sekadar objek pameran.
Kegiatan ini pun tidak berakhir di ruang balai desa. Sebagai lanjutan dari sosialisasi, Kartono dan tim merancang agenda kerja bakti membersihkan sungai bersama warga. Sebuah aksi sederhana, namun sarat makna. Karena mengubah pola pikir kadang memang harus dimulai dengan mengubah kebiasaan fisik. “Membersihkan sungai bukan sekadar urusan lingkungan, tapi juga urusan hati. Karena sungai menyimpan cermin kebiasaan kita,” ucapnya menutup sesi.
Semua ini mungkin terdengar kecil. Tapi di desa yang tenang seperti Grati, hal-hal kecillah yang menjadi pondasi perubahan besar. Dari satu botol eco-enzyme, satu poster edukatif, hingga satu kerja bakti bersama—Desa Grati kini mulai berjalan menuju komunitas yang lebih sadar, lebih bersih, dan lebih peduli. Kartono dan kawan-kawan tidak membawa slogan, mereka membawa harapan. Karena di balik setiap tetes eco-enzyme, tersimpan pesan: bahwa bumi tak perlu diselamatkan dari jauh. Ia hanya perlu dijaga dari tempat kita berdiri.
0 Comments